Kedokteran gigi forensik, atau odontologi forensik, adalah penerapan ilmu kedokteran gigi yang umumnya digunakan untuk investigasi hukum, terutama untuk identifikasi jenazah manusia dan analisis bekas gigitan dalam kasus penyerangan atau penganiayaan. Atau pencarian dan identifkasi korban kecelakaan atau bencana dimana fisik korban sudah tidak dapat di identifikasi. Penelitian dalam kedokteran gigi forensik berfokus pada pengembangan dan penyempurnaan metodologi untuk identifikasi yang akurat, estimasi usia, dan penilaian trauma. Bidang utama penelitian dan metodologi meliputi:

  1. Identifikasi Gigi
    Analisis Gigi Komparatif: Ini melibatkan perbandingan catatan gigi, seperti sinar-X, foto, dan bagan gigi, dari individu yang dikenal dengan jenazah gigi orang yang tidak dikenal. Penelitian di bidang ini mengeksplorasi keandalan berbagai pengenal gigi (tambalan, mahkota, saluran akar) dan meningkatkan metode untuk pencocokan.
    Perbandingan Radiografi: Sinar-X gigi, termasuk gambar panoramik dan periapikal, sangat penting untuk membandingkan struktur gigi antemortem (sebelum kematian) dan postmortem (setelah kematian). Pencitraan canggih, seperti computed tomography cone-beam (CBCT), sedang diteliti untuk meningkatkan akurasi. Sistem Identifikasi Otomatis: Perangkat lunak dan model pembelajaran mesin sedang dikembangkan untuk menyederhanakan perbandingan antara catatan gigi antemortem dan postmortem, sehingga identifikasi menjadi lebih cepat dan berpotensi lebih akurat.
  2. Analisis Bekas Gigitan
    Pengenalan dan Analisis Pola: Bekas gigitan dapat tertinggal pada korban selama penyerangan atau pertengkaran. Peneliti mempelajari keunikan pola gigitan manusia dan mengembangkan metode untuk menganalisis cetakan kulit dan membandingkannya dengan catatan gigi tersangka.
    Teknik Fotografi: Fotografi resolusi tinggi, pemindaian 3D, dan desain berbantuan komputer (CAD) membantu mendokumentasikan dan menganalisis bekas gigitan dengan lebih akurat. Penelitian mengeksplorasi cara terbaik untuk menangkap dan menafsirkan pola ini guna menghindari identifikasi yang salah.
    Keterbatasan dan Keandalan: Mengingat kontroversi seputar analisis bekas gigitan, penelitian semakin mempertanyakan keandalannya, terutama saat cetakan berubah seiring waktu. Hal ini telah menyebabkan penelitian tentang bagaimana elastisitas kulit, penyembuhan, dan variasi gigi individu memengaruhi interpretasi bekas gigitan.
  3. Estimasi Usia
    Pola Perkembangan dan Erupsi Gigi: Dengan memeriksa tahap perkembangan dan erupsi gigi, peneliti memperkirakan usia sisa-sisa gigi yang masih muda. Metodologi ini melibatkan studi tentang gigi primer dan sekunder.
    Keausan dan Degenerasi Gigi: Untuk sisa-sisa gigi orang dewasa, pola keausan, transparansi akar, dan perubahan ruang pulpa digunakan untuk estimasi usia. Teknik seperti metode Gustafson menilai faktor-faktor ini.
    Analisis Kimia: Dentin dan email dapat mengalami perubahan biokimia seiring bertambahnya usia, dan penelitian sedang mengeksplorasi penggunaan rasemisasi asam aspartat atau penanggalan radiokarbon untuk menentukan usia sisa-sisa kerangka.
  4. Estimasi Jenis Kelamin dan Keturunan
    Analisis Morfometri: Estimasi jenis kelamin dapat melibatkan analisis pengukuran khusus gigi atau karakteristik tengkorak pada populasi dengan perbedaan yang diketahui. Penelitian sedang menyempurnakan metode ini untuk meningkatkan keandalannya di berbagai keturunan.
    Ekstraksi DNA dari Gigi: Gigi sangat ulet dan sering kali dapat mengawetkan DNA bahkan ketika jaringan tubuh lainnya tidak. Para peneliti sedang mengembangkan metode untuk ekstraksi DNA dari pulpa gigi dan jaringan keras untuk analisis genetik, yang membantu estimasi jenis kelamin dan keturunan. 5. Pencitraan dan Rekonstruksi 3D
    Pemindaian 3D: Pemindaian tiga dimensi dari sisa-sisa gigi memungkinkan rekonstruksi virtual, yang kurang invasif dan mempertahankan spesimen asli. Penelitian melibatkan pengoptimalan teknik pemindaian untuk menangkap fitur gigi yang halus.
    Rekonstruksi Wajah Forensik: Dalam kasus di mana tidak ada jaringan lunak yang tersisa, pemodelan 3D dari tengkorak dan struktur rahang dapat membantu dalam rekonstruksi wajah untuk identifikasi visual, memadukan data gigi dengan teknik rekonstruksi kraniofasial.
  5. Bencana Massal dan Perubahan Postmortem
    Sisa-sisa yang Terbakar dan Terfragmentasi: Penelitian berfokus pada dampak panas ekstrem, trauma, dan kondisi lingkungan pada jaringan gigi. Studi memeriksa struktur gigi mana yang mengalami berbagai jenis trauma, yang mendukung identifikasi dalam konteks bencana.
    Perubahan Postmortem: Faktor lingkungan, dekomposisi, dan pemulungan dapat mengubah struktur gigi. Para peneliti mempelajari perubahan postmortem untuk menafsirkan sisa-sisa dengan lebih baik dalam pengaturan dan kerangka waktu yang berbeda.
  6. Teknologi Baru dan Aplikasi AI
    Kecerdasan Buatan: Model berbasis AI semakin banyak diterapkan untuk identifikasi dan pengenalan pola yang lebih cepat. Algoritme pembelajaran mesin dapat menganalisis kumpulan data kedokteran gigi yang luas untuk membantu mengidentifikasi pola dan mengotomatiskan perbandingan.
    Pencitraan Laser dan Fluoresensi: Teknologi pencitraan baru sedang diuji keefektifannya dalam mengungkap detail gigi yang tertutup oleh pembusukan atau kerusakan lingkungan.
    Penelitian dalam kedokteran gigi forensik bersifat interdisipliner, yang melibatkan unsur biologi, ilmu material, teknik, dan hukum untuk terus meningkatkan akurasi dan keandalan dalam penyelidikan hukum.